Cumulonimbus,
Awan Maut Penghalang Pesawat
Jakarta (voa-islam.com) - April
2010, sebuah pesawat maskapai Emirates mendarat darurat di Bandara
Internasional Kochi, India, setelah terjun bebas dari ketinggian 18.000 kaki.
Menurut Times of India,
penerbangan Emirates bernomor EK530 itu tidak mampu menghindari awan
cumulonimbus yang membuatnya mengalami turbulens yang hebat sehingga mengurangi
ketinggian terbang pesawat.
Beruntung pesawat masih bisa
mendarat, namun pendaratan darurat itu membuat 20 dari 350 penumpang mengalami
cedera, sedangkan sang pilot dirawat untuk menyembuhkan traumanya.
Empat tahun kemudian, awan
cumulonimbus kembali menjadi perbincangan setelah penerbangan AirAsia QZ8501
jatuh di Selat Karimata gara-gara pesawat berusaha menghindari awan ini.
Awan cumulonimbus yang juga
disebut awan hujan dan awan petir, adalah awan raksasa yang tercipta karena
ketidakstabilan dalam atmosfer dan menghasilkan badai petir yang berbahaya.
Ini adalah awan tertinggi dan menjadi
penghalang terakhir sebelum pesawat menuju ketinggian paling aman. Awan ini
juga disebut awan jahat. Atmosfer yang tidak stabil bisa dengan cepat membentuk
awan ini dalam hitungan menit.
Kendati kelihatannya indah ketika
akan menghantarkan hujan deras dan petir, awan ini bisa membentuk pula angin
ribut atau tornado sehingga disebut awan yang luar biasa berbahaya.
Karena bisa memicu turbulens pada
pesawat, bahkan pesawat besar berbadan lebar pun bisa berada dalam bahaya besar
jika terlalu dekat dengan awan ini.
Awan cumulonimbus yang sangat
berbahaya bahkan seperti hidup menjadi bagaikan predator yang menanti
memusnahkan apa pun yang melihat dan menghadapinya.
Laman Universitas Princeton, AS,
www.princeton.edu, menyebutkan bahwa awan ini tinggi dan padat, selain membawa
badai petir dan kondisi ekstrem lainnya.
Nama cumulonimbus berasal dari
bahasa Latin cumulus yang berarti mengumpulkan, dan nimbus yang berarti hujan.
Dihasilkan dari kondisi atmosfer
yang tidak stabil, awan ini bisa terbentuk sendirian atau dalam kluster. Awan
ini menciptakan petir pada intinya.
Bentuknya seperti jamur. Pangkal
awan ini bisa sepanjang beberapa mil dan kendati dapat terbentuk pada
ketinggian 500 sampai 13.000 kaki (150 - 3.960 meter), awan ini bisa sampai di
ketinggian 75.000 kaki (23.000 meter) pada kondisi yang ekstrem.
Para ahli meteorologi telah
menyelidiki proses terbentuknya awan cumulonimbus serta timbulnya hujan air,
hujan es, dan kilat dari awan ini.Mereka menemukan bahwa awan cumulonimbus
melalui tahap-tahap berikut sebelum menghasilkan air hujan:
Pertama, angin menggerakkan awan.
Awan cumulonimbus mulai terbentuk ketika angin menggerakkan serpihan-serpihan
awan (awan cumulus) menuju kawasan tempat bergabungnya awan-awan ini.
Kedua, serpihan-serpihan awan tadi
kemudian bergabung membentuk awan yang lebih besar.
Ketiga, ketika awan-awan kecil
bergabung, gerakan udara vertikal di dalam awan yang lebih besar meningkat.
Gerakan udara vertikal ini lebih
kuat di bagian tengah dibandingkan di bagian tepinya.
Gerakan udara ini menyebabkan
gumpalan awan tumbuh membesar secara vertikal, sehingga menyebabkan awan
bertindih-tindih. Menggumpalnya awan secara vertikal ini menyebabkan awan besar
tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfer yang bersuhu lebih dingin, tempat
butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan tumbuh semakin besar. Ketika
butiran air dan es ini telah menjadi terlalu berat sehingga tak lagi mampu
ditopang oleh hembusan angin vertikal, butiran ini mulai lepas dari awan dan
jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dan sebagainya.
Dalam Al-Quran, Surah An-Nuur ayat
43, Allah Ta’ala berfirman, “Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan,
kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)-nya, kemudian menjadikanya
bertindih-tindih maka kelihatanlah hujan keluar dari celah-celahnya.”
Para ahli meteorologi mengetahui
dengan rinci proses pembentukan, struktur dan fungsi awan dengan menggunakan
peralatan yang canggih seperi pesawat udara, satelit, komputer, balon, dan
peralatan lain untuk mempelajari angin dan arahnya, mengukur kelembaban udara
dan variasinya, dan menentukan tingkat dan variasi tekanan atmosfer.
Ayat sebelumnya, setelah menyebut
awan dan hujan, selanjutnya berbicara mengenai hujan es dan kilat.
“...dan Allah (juga) menurunkan
(butiran-butiran)es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti)
gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan
kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.”
Para ahli meteorologi menemukan
bahwa awan cumulonimbus,yang menjatuhkan hujan es, dapat mencapai ketinggian
25.000 hingga 30.000 kaki (7,5 hingga 8,9 km), seperti tampilan gunung, yang
disebut dalam Al-Quran.
“...Allah (juga) menurunkan(butiran-butiran)
es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti)
gunung-gunung...”
Mungkin timbul pertanyaan. Mengapa
ayat tersebut mengatakan“kilauan kilat awan itu” yang menunjuk ke hujan es
tersebut? Apakah ini berarti bahwa hujan es adalah faktor utama yang
menyebabkan timbulnya kilat?
Mari kita lihat yang diungkapkan
buku yang berjudul Meteorology Today mengenai hal ini. Buku tersebut memaparkan
bahwa awan menjadi bermuatan listrik begitu hujan es jatuh melalui kawasan awan
yang berisi butiran-butiran air yang sangat dingin dan kristal-kristal es.
Saat butiran-butiran air menabrak
butiran-butiran es, keduanya membeku saat bersentuhan dan mengeluarkan panas
yang laten. Hal ini menyebabkan permukaan batu-batu es lebih hangat dibanding
kristal-kristal es yang mengelilinginya
.
Ketika butiran- butiran es
bersentuhan dengan kristal es, sebuah fenomena yang penting terjadi: elektron
mengalir dari obyek yang lebih dingin ke obyek yang lebih hangat. Karena itu,
butiran-butiran es memiliki muatan listrik negatif. Efek yang sama terjadi
ketika butiran-butiran air yang sangat dingin bersentuhan dengan
butiran-butiran hujan es dan pecahan-pecahan kecil butiran air yang bermuatan
positif pecah.
Partikel-partikel kecil yang
bermuatan positif ini lantas terbawa ke bagian atas gumpalan awan oleh udara
yang bergerak vertikal. Hujan es, yang memiliki muatan negatif, jatuh ke bagian
bawah gumpalan awan , sehingga bagian bawah gumpalan awan ini menjadi bermuatan
negatif.
Muatan negatif ini kemudian
dilepas sebagai kilat. Demikianlah, Allah telah menerangkan sebuah fakta ilmiah
yang baru terungkap oleh ilmu pengetahuan modern. Sebuah keajaiban ilmiah yang
tidak mungkin diketahui rinciannya oleh orang-orang di zaman pada saat
diturunkannya Al-Quran. Allahu Akbar!
Sumber
: voa-islam.com
No comments:
Post a Comment